Selasa, 05 Juni 2012

Harusnya FPI Mau Belajar (Sedikit) dari Anak Punk

Selama ini orang mengenal anak punk hanya menilai dari penampilan mereka saja. Misalnya potongan rambut Mohawk ala suku Indian yang dicat warna-warna terang, bot, rantai, tindik, jaket kulit, kaus hitam, celana jins ketat balel. Padahal semangat independen dan mandiri yang membuat komunitas ini berbeda. Konsep “do it yourself” mereka berupaya berdiri sendiri dan melangkah dengan gayanya sendiri. Berbagai aksesori itu masing-masing mempunyai makna seperti yang ditulis majalahTempo edisi 13-19 Februari 2012.
Rambut Mohawk yang tegak sering diartikan sebagai antipenindasan sekaligus kebebasan. Gaya rambut ini terinsipari dari film Drums Along the Mohawk tahun 1963. Dalam film itu diceritakan tentang suku indian Mohican di lembah Mohawk. Gaya inilah yang kemudian diadaptasi anak punk era 1990-an.
Aksesori lain yang menonjol yaitu celana ketat. Bahan celana yang biasa mereka pakai adalah jins, kulit, atau bermotif kulit hewan (bandage pants). Awalnya punkers–sebutan anak punk–menggunakan celana kulit karena awet dan tahan lama. Model ketat menyimbolkan himpitan hidup. Karena itu punkers biasanya merobek celana bagian paha dan lutut sebagai simbol kemerdekaan gerak dan ide.
Bot adalah jenis sepatu favorit anak punk. Seperti celana, mereka memilih bot karena alasan awet. Untuk aliran hardrock punk dan pop punk biasanya memilih sneakers dan sepatu olahraga yang lebih praktis.
Rantai. Aksesori ini sebagai simbol solidaritas. Kelompok punk yang terusir dari masyarakat dianggap sampah, dinilai menyimpang, membuatpunkers membentuk kelompok baru untuk berlindung. Solidaritas kelompok ini sangat penting untuk bertahan hidup.
Dalam tulisan ini saya tidak ingin menganjurkan FPI untuk bergaya seperti anak Punk, tapi yang ingin saya sampaikan adalah FPI pun harus memaknai simbol yang melekat pada dirinya, sebagaimana anak-anak punk yang memaknai segala atribut yang melekat pada dirinya.
Pertama, FPI menggunakan atribut Islam -Anda bisa perhatikan dari namanya. FPI harus sadar bahwa Islam itu mengajarkan sikap tasamuh ‘toleransi’. Dengan sikap tasamuh kita diajarkan untuk saling menghargai dan menghormati terhadap sesama, baik sesama muslim maupun non muslim. Kemudian, sikap tasamuh dalam falsafah Jawa sering disebut dengan tepo seliro, artinya mengukur segala sesuatu dengan introspeksi pada diri sendiri. Orang yang memiliki sikaptasamuh senantiasa berusaha membina persaudaraan dan menghindari konflik dengan orang lain.
Kedua, atribut serba putih yang biasa dipakai oleh pimpinan FPI. Warna putih biasanya Menunjukkan “bahasa” kedamaian, kasih sayang, spiritualitas, kesucian, kesederhanaan, kesempurnaan ataupun persatuan. Karena begitu berartinya makna filososif yang terkandung dalam warna putih, warna ini kemudian dijadikan sebagai salah satu warna bendera Negara Indonesia atau bahkan banyak negara-negara di dunia ini yang menjadikan warna ini sebagai  warna kebanggaan.
Ketiga, para pemimpin FPI -habibnya FPI- yang di kepalanya selalu melekat udeng (lipatan kain putih yang dipakai di kepala). Memang udeng sikilas mempunyai fungsi yang sama dengan kopiyah ataupun topi, yakni berguna sebagai pelindung kepala. Tapi udeng mempunyai makna filosofi tersendiri kerena biasanya udeng digunakan oleh para Kyai atau Ulama. Udeng merupakan simbolisasi dari ‘pagar’ yang menjaga kepala, karena kepala merupakan pusat dari akal dan pikiran. Seseorang yang menggunakan udeng berwarna putih ingin melambangkan bahwa dirinya adalah orang-orang pemikir yang memiliki kewibawaan dan senantiasa dengan kesuciannya berjuang demi orang-orang disekitarnya.
Sungguh terasa tidak etis ketika FPI yang ditubunya melekat symbol-simbol suci, malah tidak dapat belajar dari apa yang dipakainya. Sebagaimana yang kita tahu, FPI yang gembar-gembor memperjuangkan Islam malah melenceng dari sesuatu yang diajarkan oleh Islam.
Terkait dengan perselisihan di Kalimantan, harusnya orang-orang FPI intropeksi diri. Mereka harus melihat kesalahan yang ada pada dirinya bukan malah menyalahkan orang lain. Karena dilandasi oleh sikap saling menyalahkan, maka timbullah sikap saling bermusuhan. Bukankah sikap permusuhan adalah wujud dari noda dalam agama dan negara.
Tidak ada salahnya (sedikit) belajar dari anak punk, FPI!